Permasalahan Agraria dalam Novel Sarifah karya
Dul Abdul Rahman: Tinjauan Sosiologi Sastra
(Skripsi Riani Eka Saputri, 2012, STKIP PGRI Pacitan
Jawa Timur)
Abstrak:
Karya
sastra diciptakan oleh pengarang sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasan,
ide, dan pemikiran dengan gambaran-gambaran pengalaman batin yang pernah
dialami oleh pengarang. Peristiwa-peristiwa yang ada dalam kehidupan masyarakat
menjadi dasar olahan pengarang. Sosiologi sastra menganalisis masalah-masalah
social yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian
menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi.
Berdasarkan
latar belakang di atas alasan penulis memilih judul Permasalahan Agraria
Dalam Novel Sarifah Karya Dul Abdul Rahman: Tinjauan Sosiologi Sastra
adalah; 1) untuk mengetahui permasalahan agraria yang terjadi dalam novel Sarifah
karya Dul Abdul Rahman; 2) selain itu, novel Sarifah ini belum ada yang
meneliti maupun menelaah baik dari segi instrinsik maupun ekstrinsiknya.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui; 1) permasalahan agraria yang terdapat dalam
novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman; 2) dampak permasalahan agrarian
terhadap masyarakat dalam novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman. Kedua
hal ini diungkap dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif, maka metode yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik pustaka, simak, dan catat.
Hasil
analisis data dinyimpulkan bahwa: 1) masalah utama dalam novel Sarifah adalah
permasalahan tanah antara petani dengan PT Lonsum. 2) permasalahan agraria yang
terjadi antara petani dengan PT Lonsum disebabkan oleh beberapa hal yaitu tanah
petani diambil secara paksa, rumah-rumah petani dibakar, tanaman jagung petani
dibulldozer, petani disiksa dan ditangkap polisi. 3) dampak permasalahan
agraria terhadap masyarakat yaitu petani merasa sedih kehilangan tanah,
kehilangan rumah. Juga petani mengalami luka-luka, membuat hubungan yang tidak
harmonis antara petani dengan kepala desa, dan dua orang petani yang meninggal
karena mempertahankan tanahnya.
Kata Kunci:
Permasalahan Agraria, Novel Sarifah,
Sosiologi Sastra.
Sinopsis:
Sarifah
(Pohon-Pohon Peluru)
Empat orang petani bernama Barra
Tobarani, Lahajji, Sallasa, dan Mattorang mencoba mempertahankan tanahnya.
Pihak perkebunan karet PT Lonsum (PT London Sumatra) dengan dibantu oleh pemerintah
setempat memang terus mengambil-alih tanah-tanah petani secara paksa. Bukan
hanya itu empat sekawan tersebut mencoba membela petani-petani lainnya yang
tanahnya dirampas oleh pihak perkebunan.
Barra Tobarani yang paling tinggi
sekolahnya di antara petani karena ia adalah jebolan SMA, sedangkan
petani-petani lainnya kebanyakan tidak pernah mengenyam pendidikan,
memprakarsai terbentuknya LSM Tobarani. LSM tersebut berusaha membela hak-hak
petani yang tertindas. Keberanian empat sekawan yang dipimpin oleh Barra
Tobarani mendapat simpati dan dukungan dari warga.
Pihak perkebunan tidak tinggal diam
dengan usaha-usaha Barra Tobarani dan kawan-kawan untuk menolak menyerahkan
tanah-tanah mereka kepada pihak perkebunan. Pihak perkebunan menggunakan
mandor-mandornya untuk meneror Barra Tobarani. Apalagi seorang mandor bernama
Lamakking sejak dulu tidak menyukai Barra Tobarani. Dalam hati kecilnya,
Lamakking sesungguhnya membela para petani yang tertindas, tapi ia dendam pada
Barra Tobarani. Sarifah, isteri Barra Tobarani adalah perempuan yang sangat
dicintai oleh Lamakking. Tapi saat itu Sarifah lebih memilih Barra Tobarani,
seorang pemuda kampung yang miskin tapi dikenal sebagai pemuda yang baik dan
berani. Sarifah menampik cinta Lamakking yang turunan bangsawan tapi dikenal
sebagai preman di kampung, Sarifah dan Lamakking sebenarnya masih keluarga
dekat.
Karena mengetahui bahwa Barra
Tobarani dan kawan-kawan bersatu dengan warga untuk mempertahankan tanah
mereka, Lamakking mencoba mendekati Barra Tobarani secara halus. Lamakking
membujuk Barra Tobarani dan kawan-kawan agar menjadi TKI di Malaysia. Bujukan
Lamakking yang merupakan orang keprcayaan pihak perkebunan akhirnya sedikit
demi sedikit meluluhkan hati Barra Tobarani dan kawan-kawan. Apalagi keadaan petani
di sekitar perkebunan memang sangat miskin. Maka untuk mengubah hidup mereka
lebih baik menjadi TKI saja. Sesungguhnya Lamakking dan pihak perkebunan fokus
merayu Barra Tobarani dan isterinya agar mau menjadi TKI di Malaysia. Menurut
perhitungan Lamakking dan pihak perkebunan, kalau Barra Tobarani sudah pergi ke
Malaysia maka para petani tidak ada lagi berani melawan pihak perkebunan.
Dengan alasan untuk biaya sekolah
anak-anaknya kelak, Barra Tobarani akhirnya memutuskan akan menjadi TKI di
Malaysia. Ia memang berpikiran kalau tetap tinggal di kampung dengan tanah yang
tak seberapa luas maka penghidupannya tidak akan berubah, kelak anak-anaknya
tidak bisa bersekolah seperti halnya dirinya karena tidak ada biaya sekolah.
Tetapi Barra Tobarani tetap tidak akan menjual tanahnya kepada pihak
perkebunan. Ia pun meminta kepada seluruh kawan-kawannya agar jangan menjual
tanah-tanah mereka. Menurutnya menjual tanah-tanah mereka maka sama saja dengan
membunuh kampung mereka. Karena kelak kampung mereka akan beralih fungsi
menjadi lahan perkebunan milik kaum bermodal.
Keberangkatan Barra Tobarani dan
isterinya ke Sabah Malaysia diurus dan dibiayai oleh Lamakking. Selain bekerja
sebagai mandor, Lamakking juga bekerja sebagai penyalur TKI ilegal ke Malaysia.
Di saat Barra Tobarani akan
berangkat ke Malaysia, ibu Barra Tobarani sakit keras. Barra Tobarani tidak mau
meninggalkan ibunya yang sangat ia cintai, apalagi ia dibesarkan oleh ibunya
dengan status single-parent karena ayahnya meninggal dunia semasa ia
masih kecil. Lamakking ngotot agar Barra Tobarani dan Sarifah tetap berangkat
ke Malaysia karena ia sudah mempersiapkan segala keperluan keduanya. Agar
Lamakking tidak mengalami kerugian yang banyak, Barra Tobarani menganjurkan
Sarifah tetap berangkat, ia akan menyusul kemudian setelah ibunya sembuh.
Lamakking sangat senang dengan ide
Barra Tobarani yang menganjurkan isterinya tetap berangkat. Bahkan keadaan
seperti itulah sebenarnya yang sangat diinginkan oleh Lamakking. Bahkan ia
sudah punya rencana tersendiri. Lamakking memang tidak pernah kehabisan akal.
Akhirnya Sarifah dan kawan-kawan
tiba di Malaysia atas jasa Lamakking. Rombongan Sarifah dan kawan-kawan
ditempatkan di daerah sangat terpencil di kawasan Sabah, Malaysia. Rombongan
Sarifah dan kawan-kawan hanya bisa berkomunikasi dengan keluarga mereka di
kampung halaman dengan perantaraan Lamakking dan orang-orang kepercayaannya.
Sementara Barra Tobarani di
Bulukumba semakin berduka cita, ibu yang sangat dicintainya meninggal dunia.
Dan berita yang paling membuat Barra Tobarani kemudian semakin berduka adalah
berita yang dibawa oleh Lamakking dari Malaysia bahwa Sarifah, isterinya, di
Malaysia diculik dan kemungkinannya sudah meninggal dunia karena ia sudah
mencarinya tetapi Sarifah tidak ditemukan. Barra Tobarani pun tidak sanggup
berangkat ke Malaysia untuk mencari isterinya karena ia tidak punya biaya,
apalagi Lamakking memang berusaha keras agar Barra Tobarani tidak perlu
berangkat ke Malaysia karena hanya membuang-buang uang saja. Lebih baik Barra
Tobarani mendoakan saja almarhumah isterinya. Bahkan Lamakking berjanji akan
membantu menyekolahkan anak-anak Barra Tobarani dan Sarifah. Hal itu dilakukan
Lamakking sebagai penebus kesalahannya. Karena gara-gara dirinyalah yang ngotot
sehingga Sarifah berangkat ke Malaysia tanpa kepergian suaminya.
Barra Tobarani mengiyakan maksud
baik Lamakking, bahkan ia berterima kasih pada Lamakking yang mau membiayai
sekolah anak-anaknya. Sama sekali Barra Tobarani tidak curiga dengan niat jahat
Lamakking. Karena sesungguhnya ia hanya berbohong kalau Sarifah sudah meninggal
dunia.
Lamakking memang diam-diam menyusun
rencana busuk untuk mendapatkan kembali Sarifah. Melalui orang-orang
kepercayaannya, Lamakking menculik Sarifah dengan diam-diam. Sarifah sebenarnya
diambil baik-baik. Kala itu Sarifah berada seorang diri di barak TKI, saat itu
Sarifah tidak bekerja karena kurang sehat. Saat itulah orang kepercayaan
Lamakking datang memberitahukan kabar pada Sarifah bahwa Barra Tobarani
meninggal di kampung. Orang tersebut bermaksud menjemput Sarifah untuk segera
pulang ke Indonesia. Sarifah akan dijemput oleh Lamakking di Nunukan lalu
bersama-sama pulang ke Bulukumba. Sarifah saat itu sangat sedih dan kaget, ia
langsung pulang tanpa sempat memberitahu rekan-rekannya sesama TKI/TKW.
Setiba di Nunukan, Sarifah bertemu dengan
Lamakking. Sarifah lalu meminta Lamakking untuk segera mengantarnya pulang ke
Bulukumba. Lamakking yang memang sangat mencintai Sarifah mulai menancapkan
kuku-kuku rayuannya. Lamakking membujuknya agar tidak perlu pulang ke Bulukumba
karena Barra Tobarani sudah dua minggu dikuburkan. Lamakking pun berjanji akan
membiayai sekolah anak-anaknya di kampung. Di saat itu pula Lamakking
mengungkapkan perasaannya bahwa ia sangat mencintai Sarifah dan akan
menikahinya. Meski Sarifah terus menolak, Lamakking tidak pernah kehabisan
akal. Akhirnya Sarifah takluk dengan segala rayuan dan janji Lamakking. Sarifah
berpikir untuk apa menolak lamaran dan cinta Lamakking, apalagi ia hanyalah
seorang janda. Bahkan jauh dalam relung hatinya, Sarifah sangat bangga mendapatkan
cinta Lamakking. Lamakking memang sangat mencintai Sarifah hingga ia rela
menjadi bujang lapuk. Dan yang paling membuat Sarifah tak mampu menampik cinta
Lamakking karena Lamakking memang sudah menjadi idola gadis-gadis dan perempuan
sesamanya TKW. Lamakking adalah pemuda, walau cukup berumur, tapi tetap nampak
ganteng serupa Rano Karno. Lamakking pun sudah menjadi kaya.
Lamakking pun menikahi Sarifah, lalu
membawa Sarifah tinggal di Bontang. Lamakking membangunkan rumah mewah untuk
isterinya. Sarifah hidup bahagia bersama dengan Lamakking. Di mata Sarifah,
Lamakking benar-benar pria bertanggung jawab. Karena sudah silau dengan harta
dan benda pula, Sarifah kadang menyesal mengapa bukan sejak dulu ia menikah
dengan Lamakking. Tapi Sarifah juga tidak mau menyesali karena menikah dengan
sosok lelaki macam Barra Tobarani. Meski dibenaknya suaminya sudah meninggal
dunia, ia tetap mencintai suaminya.
Sejak
menikahi Sarifah dan tinggal di Bontang, Lamakking hanya sebulan sekali pulang
ke Indonesia atau pergi ke Malaysia. Untuk bisnis penyalur TKI illegal,
Lamakking menggunakan orang-orang dekatnya.
Ketika pulang ke Bulukumba,
Lamakking yang sudah tidak menjadi mandor lagi di perkebunan mulai berbalik
arah mendukung perjuangan petani dibawah LSM Tobarani yang dipimpin oleh Barra
Tobarani. Bahkan Lamakking memberikan bantuan finansial kepada LSM Tobarani
yang dipimpin oleh Barra Tobarani. Lamakking yang dulu menjadi musuh para
petani berubah menjadi pahlawan. Barra Tobarani pun mulai kagum dengan
Lamakking.
Atas dukungan moral dan finansial
dari Lamakking, Barra Tobarani dan kawan-kawan semakin berani melawan pihak
perkebunan. Bahkan Barra Tobarani membuat target untuk merebut kembali tanah
mereka yang sudah terlanjur direbut oleh pihak perkebunan. Pada suatu hari,
Barra Tobarani dan kawan-kawan menjalankan aksinya untuk mengambil tanah mereka
yang sudah dicaplok oleh pihak perkebunan. Pihak perkebunan dengan dibantu oleh
aparat keamanan mencoba menghalau para petani. Barra Tobarani dan kawan-kawan
melakukan perlawanan. Dalam peristiwa itu, akhirnya Barra Tobarani dan temannya
Sallasa Tomacca meninggal dunia karena terkena peluru tajam oleh aparat
keamanan. Meski sangat bersedih atas kejadian itu, diam-diam Lamakking
tersenyum karena Barra Tobarani yang sudah lama ia isukan meninggal dunia,
bahkan ia sudah rebut isterinya akhirnya benar-benar meninggal dunia. Namun
Lamakking tetap melanjutkan aktingnya, ia terus memprakarsai dan menuntut bahwa
kasus meninggalnya Barra Tobarani dan Sallasa Tomacca adalah pelanggaran HAM
berat.
Waktu terus berjalan. Sementara itu,
Haji Hamide, yang dulunya juga adalah penyalur TKI ilegal yang akhirnya memilih
profesi lain karena tidak bisa bersaing dengan Lamakking. Haji Hamide mencoba
berdagang antar pulau bahkan antar negara. Ia bolak-balik antara Bulukumba –
Pare-Pare – Nunukan – Sabah. Anak-anak Haji Hamide yang sudah menikah tinggal
di tempat yang berbeda-beda. Bahkan seorang putrinya yang bersuamikan dengan
pemuda dari pulau Jawa tinggal di Bontang. Dari anak dan menantunya, Haji
Hamide mendengar kabar bahwa Lamakking sudah menikah dengan seorang perempuan
cantik.
Pada suatu ketika Haji Hamide
mengunjungi anaknya di Bontang. Dan betapa terkejutnya Haji Hamide karena
ternyata isteri Lamakking adalah Sarifah. Isteri dari almarhum Barra Tobarani.
Namun ada yang janggal dibenak Haji Hamide, karena Barra Tobarani meninggal
dunia baru setahun silam, padahal menurut pengakuan Sarifah ia menikah dengan
Lamakking sejak lima tahun silam setelah suaminya meninggal dunia.
Pada saat perjumpaan Haji Hamide dan
Sarifah, Lamakking sedang berada di Malaysia mengurusi bisnis penyaluran TKI
ilegal. Sarifah pun tidak bisa menahan kesedihan dan kekagetannya atas segala
peristiwa yang menimpanya. Dan yang paling menusuk-nusuk ulu hatinya karena ternyata
ia dinikahi oleh Lamakking ketika suaminya masih segar bugar di Bulukumba.
Sarifah pun menghembuskan nafas terakhir karena tak sanggup menahan derita dan
kesedihannya. Lamakking hadir di saat pemakaman isterinya. Ia pun teramat
sedih. Pada pertemuan itu, Haji Hamide mencoba menghindar dari Lamakking.
Lamakking mengira Haji Hamide masih tidak suka pada dirinya yang dulu
saingannya dalam bisnis penyaluran TKI. Lamakking tidak sadar bahwa
sesungguhnya Haji Hamide tidak suka pada dirinya karena ulahnya yang telah
menikahi isteri orang. Tapi Haji Hamide tidak mau berurusan panjang, apalagi
Barra Tobarani dan Sarifah sudah meninggal dunia. Haji Hamide tidak bermaksud
membuka rahasia jahat Lamakking. Hanya saja Haji Hamide ingin mengultimatum
Lamakking agar bertanggung jawab dengan nasib anak-anak almarhum Barra Tobarani
dan almarhumah Sarifah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar