MIMPI DAN FANTASI DALAM NOVEL POHON-POHON RINDU
KARYA DUL ABDUL RAHMAN DAN ALTERNATIF BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA BAGI SISWA
SMA
(Skripsi Esi Susi
Pratiwi, 2011. Fakultas Bahasa dan Seni IKIP PGRI Semarang)
Abstrak:
Skripsi
ini berjudul “Mimpi dan Fantasi dalam novel Pohon-pohon Rindu karya Dul
Abdul Rahman dan alternatif bahan ajar apresiasi sastra bagi siswa SMA.”
Permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimanakah mimpi dan fantasi dalam novel Pohon-pohon
Rindu karya Dul Abdul Rahman dan bagaimanakah mimpi dan fantasi dalam novel
Pohon-pohon Rindu karya Dul Abdul Rahman sebagai bahan ajar di SMA.
Tujuan
dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan mimpi dan fantasi yang dialami
tokoh dalam novel Pohon-pohon Rindu karya Dul Abdul Rahman yang dapat
digunakan sebagai bahan ajar di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode analisis, metode kepustakaan dan pendekatan psikologi.
Hasil
analisis mimpi dan fantasi dalam novel ini adalah pada tokoh Beddu Kamase yang
mengalami mimpi dan fantasi. Hal ini dapat dilihat dari struktur kepribadian
dan mental. Struktur kepribadian dipandang sebagai cara mengetahui kepribadian
dasar yang pada akhirnya akan memperlihatkan psikologi id, ego, dan superego
pada tokohnya. Sedangkan tingkatan mental dipandang sebagai cara untuk
mengetahui tingkatan mental berupa kesadaran, keprasadaran, dan ketidaksadaran.
Berdasarkan
hasil pembahasan dapat diketahui aspek mimpi dan fantasi dalam novel melalui
struktur pembangun novel yang terdiri dari tokoh dan penokohan, dan latar.
Jadi, melalui tokoh dan penokohan, dan latar atau setting diketahui segi mimpi
dan fantasi.
Mimpi
dan fantasi yang berkaitan dengan karakteristik tokoh dapat dijadikan
pembelajaran sastra di SMA. Di dalam materi siswa SMA terdapat materi mengenai
pembelajaran novel, sehingga untuk menentukan mimpi dan fantasi dalam novel Pohon-pohon
Rindu karya Dul Abdul Rahman ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran bagi
siswa SMA.
Alternatif
bahan ajar di SMA sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) Membandingkan unsur-unsur
intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan dengan hikayat. Untuk
menemukan mimpi dan fantasi, siswa terlebih dahulu membaca novel, dan setelah
menemukan mimpi dan fantasi siswa secara berkelompok untuk berdiskusi menemukan
unsur intrinsik dan menganalisis mimpi dan fantasi yang terdapat dalam novel.
Kemudian tiap kelompok mengungkapkan hasil analisisnya dan ditanggapi oleh
kelompok lain setelah guru memberikan tanggapan dari hasil analisis tiap
kelompok sekaligus menyimpulkan hasil pembelajaran. Sebelum kegiatan berakhir
siswa diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada yang kurang dipahami, dan
guru akan memberikan penjelasan lagi. Agar pembelajaran ini mencapai hasil yang
maksimal, guru memberikan tugas kepada siswa untuk menemukan unsur intrinsik
novel.
Ringkasan Analisis
Penelitian
Unsur-unsur
Novel
1. Tokoh
Tokoh
yang terdapat dalam novel ini adalah Beddu Kamase, Andi Masniar (Nia), Hutbah,
Dayat, Ambo Sakka, Orang tua Beddu Kamase, Orang tua Nia, Andi Mila Marlina,
Tondeng, Ambo Karaseng, Kiai Ahmad Marsuki Hasan.
2. Penokohan.
Beddu Kamase (Beddu)
Beddu diungkapkan oleh pengarang
secara analitik sebagai siswa paling pintar di sekolahnya dan ia dijuluki
sebagai bintang sekolah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Setiap selesai semester selalu ada acara penerimaan rapor bersama.
Dalam acara itu, setiap siswa berprestasi dipanggil satu per satu naik ke
podium untuk menerima bingkisan.
Tibalah saat
dibacakan peringkat kelas di kelas dua. Setelah tiba di kelasku, aku kian
deg-degan.
Tiba waktunya wakil kepala sekolah membacakan peringkat.
“Yang
menempati peringkat ketiga dengan nilai rata-rata 8,80 adalah Anton.”
“Peringkat dua adalah Dayat.”
“Rangking satu adalah Beddu Kamase.”
(Rahman,
2009: 58)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa
Beddu adalah siswa yang paling pintar dan bintang sekolah.
Andi Masniar (Nia)
Nia
diungkapkan oleh pengarang secara analitik sebagai gadis yang berparas cantik.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Nia benar-benar perempuan tercantik yang pernah kutemui.
“Nia!”
Aku menyapanya sekali lagi. Dan, subhanallah. Wajah Nia yang memang
berkarakter sendu kian ayu.
(Rahman,
2009: 77)
Kutipan
di atas menunjukkan bahwa Nia adalah gadis yang berparas cantik dan Beddu
Kamase mengagumi kecantikannya.
Anton
Tokoh
Anton digambarkan pengarang secara analitik sebagai sahabat Beddu di SMA Negeri
Bikeru Sinjai Selatan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
Anton yang
anak kepala kampung, menempelkan striker bertuliskan “No Problem”, sesuai
dengan kepribadiannya yang cuek. Begitulah Anton, ia sering meminjam pulpen
sana sini, lalu lupa mengembalikannya. Ketika ditagih, ia hanya cengar-cengir.
(Rahman,
2009: 7)
Kutipan
di atas menunjukkan bahwa Anton orang yang berkepribadian cuek.
Dayat
Tokoh
Dayat digambarkan pengarang secara analitik sebagai sahabat Beddu di SMA Negeri
Bikeru Sinjai Selatan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
Dayat yang
bapaknya imam kampung. Ia merasa aman dan bangga dengan stiker bertuliskan
“100% Muslim”. Begitulah Dayat yang merasa alim, meski ketika berada di Masjid,
terkadang bikin ulah.
(Rahman, 2009:
7)
Kutipan
di atas menunjukkan bahwa Dayat adalah teman yang paling alim dibandingkan
empat sahabatnya yang lain.
Umar
Tokoh
Umar digambarkan pengarang secara analitik sebagai sahabat Beddu di SMA Negeri
Bikeru Sinjai Selatan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
Meski perokok berat, biasanya ia merokok dengan sembunyi-sembunyi di
kantin sekolah, stikernya bertuliskan, “No Smoking.”
Pernah suatu ketika Umar tertangkap basah tengah merokok oleh Pak
Chaeruddin, lalu dibawa ke ruangan guru. Umar muntah-muntah makan tembakau
sebagai hukuman. Tapi dasar Umar yang bandel. Anak pensiunan polisi itu tak
kapok meski telah dihukum.
(Rahman, 2009:8)
Kutipan
di atas menunjukkan tokoh Umar adalah tokoh yang bandel dibandingkan dengan
empat sahabatnya. Umar tidak pernah kapok dengan hukuman.
Hutbah
Tokoh
Hutbah digambarkan pengarang secara dramatik sebagai cowok playboy di
sekolahnya. Ia sering menggoda siswi yang di sekolahnya. Ia paling cakep di
antara empat sahabatnya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
Ia selalu menggoda adik-adik kelas yang cantik. Setiap kelas, ada siswi
yang ditaksirnya dan hampir seratus persen pernyataan cintanya diterima. Mana
ada siswi yang sanggup menolak cinta Hutbah yang kala itu mirip Rano Karno.
Kalau Hutbah tersenyum dan alis mata kirinya berkedip naik turun, pastilah
cewek yang duluan titip salam. Cakep memang.
(Rahman, 2009: 10)
Kutipan
di atas menunjukkan bahwa tokoh Hutbah paling cakep daripada keempat sahabatnya
dan sering ditaksir siswi-siswi SMA Negeri Bikeru Sinjai Selatan.
Sinopsis Novel “Pohon-Pohon Rindu”
Beddu,
Anton, Dayat, Umar, dan Hutbah adalah teman sekelas yang saling melengkapi.
Beddu, Anton, dan Dayat termasuk keluarga yang miskin tapi punya kemauan keras
dan cita-cita mulia ingin kuliah dan menjadi guru. Hutbah dan Umar termasuk
keluarga kaya yang tidak bercita-cita untuk kuliah, karena menurut mereka
kuliah bukan jaminan masa depan, memang begitulah ‘paham’ kebanyakan orang di
kampung Bikeru saat itu. Karena itu, Hutbah dan Umar bergabung ke kelompok
Beddu supaya ada tempat menyontek bila ada tugas atau saat ujian. Gayung
bersambut, karena Hutbah dan Umar menjadi sponsor pertemanan mereka. Hutbah
yang anak pedagang kakao sukses punya dana taktis untuk mentraktir teman-teman
mereka di warung sekolah setiap hari. Umar yang paling ditakuti di sekolah yang
bertindak sebagai bodyguard kelompok.
Hutbah yang paling kaya plus
berwajah tampan suka memacari adik kelasnya. Tapi gaya pacaran waktu itu hanya
lewat surat saja. Beddu yang punya bakat menulis menjadi sekertaris pribadi
Hutbah dalam membuat surat cinta. Beddu yang paling miskin dari kelima berteman
yang sewaktu kecil hanya tukang gembala terkenal cerdas dan punya bakat sastra
yang memadai. Saat penerimaan siswa baru Hutbah jatuh cinta pada seorang siswi
yang bernama Andi Masniar. Tapi sial bagi Beddu ketika ia membuat surat cinta
untuk Hutbah, disitu tertera nama Beddu secara tidak sengaja sehingga Andi
Masniar mengembalikan surat cinta itu kepada Beddu dengan kasar dengan menyebut
Beddu sebagai kumbang jelek. Peristiwa ini cukup menggemparkan seluruh sekolah.
Beddu yang bintang sekolah ditolak cintanya mentah-mentah, padahal sesungguhnya
surat cinta itu milik Hutbah tapi dikonsep oleh Beddu. Peristiwa ini membuat
Beddu sangat malu dan trauma jadi konseptor surat cinta lagi. Ia hanya fokus
belajar.
Kelima siswa ini akhirnya menjadi branding
sekolah. Hal yang paling menonjol dari mereka ketika mereka membentuk
KOMPITA(Kelompok Pecinta Alam). Alasan mereka membentuk KOMPITA karena prihatin
dengan kondisi Hutan Lindung Balang di Sinjai yang rusak parah. Alasan lainnya
adalah dengan membentuk Kompita mereka ingin menyibukkan diri pada hal-hal yang
positif sehingga mereka tidak tercemar oleh kenakalan remaja dan narkoba yang
saat itu mulai mewabah. Sejak mereka ikut dalam KOMPITA, Hutbah dan Umar mulai
menjadi siswa yang rajin, Hutbah juga tidak suka lagi memacari adik-adik
kelasnya.
Keberadaan KOMPITA mendapatkan
banyak apresiasi dari berbagai pihak. Setiap akhir pekan Kompita punya acara
mengunjungi hutan-hutan serta tempat wisata sambil berkampanye “Save The
Jungle! Save The World”(Selamatkan Hutan! Selamatkan Dunia). Banyak siswa-siswi
yang tertarik masuk menjadi anggota Kompita termasuk Nia(Andi Masniar). Awalnya
Beddu tidak senang Nia masuk anggota Kompita, tapi Umar sebagai ketua KOMPITA
menerimanya. Sesungguhnya Nia masuk anggota Kompita karena ingin dekat dengan
Beddu, rupanya Nia baru tahu bahwa Beddu sebenarnya banyak dipuja oleh banyak
siswi karena menjadi bintang sekolah yang menguasai Bahasa Inggris, juga
pemimpin redaksi mading sekolah yang tulisan-tulisannya menggugah. Tapi niat
Nia tidak mendapat respon dari Beddu karena Beddu terlanjur menulis di
ranselnya “No Time For Love”.
Tapi Beddu tetap berjiwa besar dan
menerima kehadiran Nia dalam kelompok Kompita. Sejak bergabungnya Nia di
KOMPITA, teman-temannya selalu menjodoh-jodohkan Beddu dengan Nia. Dan meski
belum mau pacaran, rupanya Beddu senang bila dijodoh-jodohkan. Sebenarnya Beddu
memang jatuh hati kepada Nia dan memang Nia adalah perempuan yang pertama kali
membuatnya jatuh hati. Hutbah juga sangat ingin Beddu dan Nia berpacaran.
Rupanya Hutbah rela tidak mengejar Nia karena ia tahu Beddu memang menyukai
Nia, apalagi Hutbah memang sudah tak mau pacaran lagi. Bukan hanya karena sudah
bertekad tak mau pacaran dulu dan hanya fokus belajar membuat Beddu menjauhi
Nia. Tapi Beddu sadar, dirinya dengan Nia sangat jauh perbedaan. Nia adalah
putri dari bangsawan sekaligus anak pensiunan pejabat yang kaya, sedangkan
Beddu berasal dari keluarga biasa-biasa saja sekaligus miskin.
Rupanya Nia bercerita kepada orang
tuanya tentang Beddu, bintang sekolah sekaligus konseptor KOMPITA. Kedua orang
tua Nia sangat senang dengan Beddu. Meskipun tidak berpacaran, tapi Nia dan
Beddu akhirnya berteman baik laiknya adik kakak. Barulah Beddu dan Nia resmi
sebagai pasangan kekasih ketika Beddu tamat dari SMU Bikeru dan akan
melanjutkan kuliah di Makassar. Hubungan cinta mereka diresmikan di Bukit Bulu
Paccing, mereka berdua berjabat tangan dan berjanji akan saling mencintai dan
menjaga. Mereka sengaja memilih Bukit Bulu Paccing dengan alasan cinta keduanya
disimbolkan sebagai hutan dan pepohonan. Bila mereka rindu pada pasangan
masing-masing maka cukuplah menatap pepohonan, dan bila salah satu dari mereka
berkhianat maka sama halnya mereka menebang pepohonan. Nia yang akhirnya
terpilih menjadi ketua KOMPITA bersumpah demi cintanya pada Beddu untuk menjaga
hutan di Sinjai. Beddu pun begitu, demi cintanya pada Nia, ia akan menjaga
hutan dan pepohonan dimana pun mereka berada. KOMPITA dibawah kepemimpinan Nia
semakin maju, bahkan Nia membuat jargon KOMPITA yang lebih visioner karena Nia
mengidentikkan hutan dan alam adalah perempuan. Nia berdalih dengan menyebut
istilah “Ibu Kota” “Ibu Pertiwi” Sehingga hutan harus dijaga. Nia membuat
istilah “SAVE THE MOTHER! SAVE THE MOTHERLAND”(JAGA IBU! JAGA IBU PERTIWI!).
Kelima berteman, Beddu, Anton,
Dayat, Umar dan Hutbah akhirnya kuliah di Makassar. Umar dan Hutbah akhirnya
kuliah karena dorongan teman-temannya. Meski mereka kuliah di kampus berbeda,
pun berbeda jurusan tetapi mereka tetap merasa sebagai anggota KOMPITA yang
peduli pada hutan.
Suatu hari tiba-tiba Beddu mendapat
telepon dari Nia di Sinjai agar Beddu pulang kampung. Sejak kuliah Beddu memang
belum pernah pulang ke Sinjai. Beddu berencana pulang kampung setelah final
test, tapi nada bicara Nia yang terus merajuk membuat Beddu tidak tenang dan
akhirnya ia pulang kampung. Kepulangan Beddu ke Sinjai karena memang juga sudah
sangat kangen pada kedua orang tuanya sekaligus kangen pada Nia. Tapi manusia
berencana, Tuhan yang menentukan. Ternyata ketika Beddu tiba di Sinjai, Nia
sudah berpulang ke Rahmatullah karena kanker darah yang terus menggerogoti
tubuhnya. Beddu benar-benar sedih. Perempuan yang dulu mengembalikan surat
cintanya dengan menyebut dirinya sebagai kumbang jelek. Perempuan yang pertamaa
kali membuatnya jatuh cinta. Perempuan yang membuatnya berencana menikah muda.
Ternyata perempuan itu kini telah meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Ternyata bukan hanya Beddu yang
sangat kehilangan. Tapi ibu Nia sangat terpukul atas meninggalnya putrinya.
Bahkan sejak kehilangan Nia, ibu Nia terjangkit penyakit aneh, ia tidak bisa
kalau tidak melihat Beddu. Ibu Nia melihat Beddu sebagai halusinasio Nia. Beddu
berusaha menyembuhkan penyakit ibunda almarhum Nia dengan meninggalkan kampung
halamannya dan Makassar. Di saat yang sama Beddu beroleh beasiswa untuk kuliah
di Malaysia.
Sebelum meninggalkan Indonesia,
Beddu mengunjungi pusara almarhum Nia dan mempertegas janjinya dulu di Bulu
Paccing, bahwa demi cintanya pada Nia, ia bersumpah untuk menjaga hutan dan
pepohonan. Beddu bahkan bersumpah. Demi cintanya pada Nia, ia tak akan
membiarkan ada penggundulan hutan. Ia akan terus melanjutkan komitmen almarhum
Nia “Save the Mother! Save the World”. Buat Beddu, meski Nia sudah meninggal,
tapi hakikatnya Nia selalu ada, karena Nia menjelma jadi pepohonan. Beddu
meninggalkan Sinjai dan Hutan Sinjai dengan linangan airmata. Airmata cinta
yang mengalir di celah-celah pepohonan Hutan Sinjai. Beddu tetap bisa tersenyum
karena senyum Nia tersungging di dedaunan pepohonan yang rindang. Pohon-pohon
rindu yang akan terus dirindukan oleh Beddu meski kelak ia menatap pohon-pohon
di Malaysia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar