Gaya Bahasa Novel Sarifah
karya Dul Abdul Rahman
(Skripsi Erti Erriyawati,
2012, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Unismuh
Surabaya)
Abstrak:
Latar belakang masalah adalah
peneliti ingin menganalisis Gaya bahasa sebuah novel, dimana pengarang
menuangkan inspirasinya kedalam novel yang merupakan salah satu unsur yang
menarik dalam sebuah novel Sarifah karya pengarang Dul Abdul Rahman.
Penelitian ini bertujuan untuk menyimpulkan gaya bahasa yang ada atau yang terdapat dalam novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman. Menyebutkan dan menjelaskan gaya bahasa yang dominan dipakai oleh Dul Abdul Rahman dalam novel Sarifah.
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian dapat diketahui rumusan masalah yang akan diteliti yaitu Gaya bahasa apa saja yang terdapat dalam novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman? dan gaya bahasa apa yang paling dominan terdapat dalam novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman?
Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, dengan menggunakan metode penelitian stilistika. Stilistika adalah ilmu gaya bahasa, selain digunakan untuk menganalisis penggunaan gaya bahasa dalam novel Sarifah, stilistika juga dipakai untuk memahami makna yang terkandung didalamnya. Sumber data berasal dari novel Sarifah berupa teks yaitu kata, frase, kalimat dan artikel-artikel kajian pustaka berasal dari internet dan buku-buku sumber yang penulis baca. Teknik analisis datanya menggunakan teknik dokumentasi/study pustaka, teknik pengumpulan data menggunakan teknik catat. Validitas yang digunakan adalah triangulasi teori/teknik analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri atas beberapa tahap yaitu pengumpulan data, penyeleksian data, menganalisis data yang telah diseleksi, dan membuat laporan penelitian.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh sebanyak 238 data yang dianalisis dalam gaya bahasanya, dan bahwa dalam novel Sarifah karya Dul Abdul Rahman menggunakan beberapa gaya bahasa. Gaya bahasa yang terdapat dalam novel Sarifah sebanyak 27 macam gaya bahasa. Gaya bahasa tersebut adalah gaya bahasa Pengulangan terdiri dari epifora, anafora, kiasmus, asonansi, aliterasi dan epizeukis, gaya bahasa Penegasan terdiri dari retoris, klimaks, anti klimaks, repetisi, parafrase, polisideton, asindeton, dan tautologi, gaya bahasa Pertentangan terdiri dari erotetis, paradoks, dan antitesis, dan gaya bahasa perbandingan terdiri dari personifikasi, depersonifikasi, hiperbola, alusi, hipalase, pleonasme, epitet, litotes, simile, dan alegori.
Gaya bahasa yang paling dominan dipakai dalam novel Sarifah adalah hiperbola.
Deskripsi
Alternatif :
The background issue is the researcher wants to analyze the language style of a novel, in which the author pours his inspirations into a novel that is one of the interesting elements in a novel Sarifah writers Dul Abdul Rahman.
This study aims to conclude there is a style that is contained in a novel or work of Sarifah writers Dul Abdul Rahman. Mention and explain the style of the dominant language used by Dul Abdul Rahman in Sarifah novel.
Based on the background and purpose of the study can be known formulation of the problem to be investigated what the style of the language contained in the novel work of Sarifah writers Dul Abdul Rahman? and style of the most dominant language contained in the novel work of Sarifah writers Dul AbdulRahman?
This form of qualitative descriptive research, using research methods stilistika. Stilistika is the science of style, but used to analyze the use of language in a novel style Sarifah, stilistika also used to understand the meanings contained therein. The source data came from a text that is novel Sarifah words, phrases, sentences and literature review articles from the internet and books that the author read the source. Data analysis techniques using the techniques of documentation / literature study, data collection techniques using the technique noted. The validity of the theory used is triangulation/flow analysis techniques, which include three components, namely data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The procedure consists of research conducted over several stages of data collection, sorting data, analyze data that has been selected, and make a report.
From these results it can be concluded that the data obtained as many as 238 data analyzed in style, and that the novel works Sarifah Dul Abdul Rahman uses some stylistic. Style that is contained in the novel Sarifah by 27 different styles of language. The language style is the style of language consists of epifora repetition, anaphora, kiasmus, asonansi, alliteration and epizeukis, the language style of rhetorical assertion, climax, anti climax, repetition, paraphrasing, polisideton, asindeton, and tautology, a style of conflict erotetis , paradox, and antithesis, and stylistic comparisons of personification, depersonifikasi, hyperbole, allusion, hipalase, redundance, epithet, litotes, simile, and allegory.
The most dominant style of language used in the novel Sarifah is hyperbole.
The background issue is the researcher wants to analyze the language style of a novel, in which the author pours his inspirations into a novel that is one of the interesting elements in a novel Sarifah writers Dul Abdul Rahman.
This study aims to conclude there is a style that is contained in a novel or work of Sarifah writers Dul Abdul Rahman. Mention and explain the style of the dominant language used by Dul Abdul Rahman in Sarifah novel.
Based on the background and purpose of the study can be known formulation of the problem to be investigated what the style of the language contained in the novel work of Sarifah writers Dul Abdul Rahman? and style of the most dominant language contained in the novel work of Sarifah writers Dul AbdulRahman?
This form of qualitative descriptive research, using research methods stilistika. Stilistika is the science of style, but used to analyze the use of language in a novel style Sarifah, stilistika also used to understand the meanings contained therein. The source data came from a text that is novel Sarifah words, phrases, sentences and literature review articles from the internet and books that the author read the source. Data analysis techniques using the techniques of documentation / literature study, data collection techniques using the technique noted. The validity of the theory used is triangulation/flow analysis techniques, which include three components, namely data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The procedure consists of research conducted over several stages of data collection, sorting data, analyze data that has been selected, and make a report.
From these results it can be concluded that the data obtained as many as 238 data analyzed in style, and that the novel works Sarifah Dul Abdul Rahman uses some stylistic. Style that is contained in the novel Sarifah by 27 different styles of language. The language style is the style of language consists of epifora repetition, anaphora, kiasmus, asonansi, alliteration and epizeukis, the language style of rhetorical assertion, climax, anti climax, repetition, paraphrasing, polisideton, asindeton, and tautology, a style of conflict erotetis , paradox, and antithesis, and stylistic comparisons of personification, depersonifikasi, hyperbole, allusion, hipalase, redundance, epithet, litotes, simile, and allegory.
The most dominant style of language used in the novel Sarifah is hyperbole.
Kata Kunci:
Novel
Sarifah, sastra, gaya bahasa.
Sinopsis:
Sarifah
(Pohon-Pohon Peluru)
Empat
orang petani bernama Barra Tobarani, Lahajji, Sallasa, dan Mattorang mencoba
mempertahankan tanahnya. Pihak perkebunan karet PT Lonsum (PT London Sumatra) dengan
dibantu oleh pemerintah setempat memang terus mengambil-alih tanah-tanah petani
secara paksa. Bukan hanya itu empat sekawan tersebut mencoba membela
petani-petani lainnya yang tanahnya dirampas oleh pihak perkebunan.
Barra
Tobarani yang paling tinggi sekolahnya di antara petani karena ia adalah
jebolan SMA, sedangkan petani-petani lainnya kebanyakan tidak pernah mengenyam
pendidikan, memprakarsai terbentuknya LSM Tobarani. LSM tersebut berusaha
membela hak-hak petani yang tertindas. Keberanian empat sekawan yang dipimpin
oleh Barra Tobarani mendapat simpati dan dukungan dari warga.
Pihak
perkebunan tidak tinggal diam dengan usaha-usaha Barra Tobarani dan kawan-kawan
untuk menolak menyerahkan tanah-tanah mereka kepada pihak perkebunan. Pihak
perkebunan menggunakan mandor-mandornya untuk meneror Barra Tobarani. Apalagi
seorang mandor bernama Lamakking sejak dulu tidak menyukai Barra Tobarani.
Dalam hati kecilnya, Lamakking sesungguhnya membela para petani yang tertindas,
tapi ia dendam pada Barra Tobarani. Sarifah, isteri Barra Tobarani adalah
perempuan yang sangat dicintai oleh Lamakking. Tapi saat itu Sarifah lebih
memilih Barra Tobarani, seorang pemuda kampung yang miskin tapi dikenal sebagai
pemuda yang baik dan berani. Sarifah menampik cinta Lamakking yang turunan
bangsawan tapi dikenal sebagai preman di kampung, Sarifah dan Lamakking sebenarnya
masih keluarga dekat.
Karena
mengetahui bahwa Barra Tobarani dan kawan-kawan bersatu dengan warga untuk
mempertahankan tanah mereka, Lamakking mencoba mendekati Barra Tobarani secara
halus. Lamakking membujuk Barra Tobarani dan kawan-kawan agar menjadi TKI di
Malaysia. Bujukan Lamakking yang merupakan orang keprcayaan pihak perkebunan
akhirnya sedikit demi sedikit meluluhkan hati Barra Tobarani dan kawan-kawan.
Apalagi keadaan petani di sekitar perkebunan memang sangat miskin. Maka untuk
mengubah hidup mereka lebih baik menjadi TKI saja. Sesungguhnya Lamakking dan
pihak perkebunan fokus merayu Barra Tobarani dan isterinya agar mau menjadi TKI
di Malaysia. Menurut perhitungan Lamakking dan pihak perkebunan, kalau Barra
Tobarani sudah pergi ke Malaysia maka para petani tidak ada lagi berani melawan
pihak perkebunan.
Dengan
alasan untuk biaya sekolah anak-anaknya kelak, Barra Tobarani akhirnya
memutuskan akan menjadi TKI di Malaysia. Ia memang berpikiran kalau tetap
tinggal di kampung dengan tanah yang tak seberapa luas maka penghidupannya
tidak akan berubah, kelak anak-anaknya tidak bisa bersekolah seperti halnya
dirinya karena tidak ada biaya sekolah. Tetapi Barra Tobarani tetap tidak akan
menjual tanahnya kepada pihak perkebunan. Ia pun meminta kepada seluruh
kawan-kawannya agar jangan menjual tanah-tanah mereka. Menurutnya menjual
tanah-tanah mereka maka sama saja dengan membunuh kampung mereka. Karena kelak
kampung mereka akan beralih fungsi menjadi lahan perkebunan milik kaum
bermodal.
Keberangkatan
Barra Tobarani dan isterinya ke Sabah Malaysia diurus dan dibiayai oleh
Lamakking. Selain bekerja sebagai mandor, Lamakking juga bekerja sebagai
penyalur TKI ilegal ke Malaysia.
Di
saat Barra Tobarani akan berangkat ke Malaysia, ibu Barra Tobarani sakit keras.
Barra Tobarani tidak mau meninggalkan ibunya yang sangat ia cintai, apalagi ia
dibesarkan oleh ibunya dengan status single-parent karena ayahnya
meninggal dunia semasa ia masih kecil. Lamakking ngotot agar Barra Tobarani dan
Sarifah tetap berangkat ke Malaysia karena ia sudah mempersiapkan segala
keperluan keduanya. Agar Lamakking tidak mengalami kerugian yang banyak, Barra
Tobarani menganjurkan Sarifah tetap berangkat, ia akan menyusul kemudian
setelah ibunya sembuh.
Lamakking
sangat senang dengan ide Barra Tobarani yang menganjurkan isterinya tetap
berangkat. Bahkan keadaan seperti itulah sebenarnya yang sangat diinginkan oleh
Lamakking. Bahkan ia sudah punya rencana tersendiri. Lamakking memang tidak
pernah kehabisan akal.
Akhirnya
Sarifah dan kawan-kawan tiba di Malaysia atas jasa Lamakking. Rombongan Sarifah
dan kawan-kawan ditempatkan di daerah sangat terpencil di kawasan Sabah,
Malaysia. Rombongan Sarifah dan kawan-kawan hanya bisa berkomunikasi dengan
keluarga mereka di kampung halaman dengan perantaraan Lamakking dan orang-orang
kepercayaannya.
Sementara
Barra Tobarani di Bulukumba semakin berduka cita, ibu yang sangat dicintainya
meninggal dunia. Dan berita yang paling membuat Barra Tobarani kemudian semakin
berduka adalah berita yang dibawa oleh Lamakking dari Malaysia bahwa Sarifah,
isterinya, di Malaysia diculik dan kemungkinannya sudah meninggal dunia karena
ia sudah mencarinya tetapi Sarifah tidak ditemukan. Barra Tobarani pun tidak
sanggup berangkat ke Malaysia untuk mencari isterinya karena ia tidak punya
biaya, apalagi Lamakking memang berusaha keras agar Barra Tobarani tidak perlu
berangkat ke Malaysia karena hanya membuang-buang uang saja. Lebih baik Barra
Tobarani mendoakan saja almarhumah isterinya. Bahkan Lamakking berjanji akan membantu
menyekolahkan anak-anak Barra Tobarani dan Sarifah. Hal itu dilakukan Lamakking
sebagai penebus kesalahannya. Karena gara-gara dirinyalah yang ngotot sehingga
Sarifah berangkat ke Malaysia tanpa kepergian suaminya.
Barra
Tobarani mengiyakan maksud baik Lamakking, bahkan ia berterima kasih pada
Lamakking yang mau membiayai sekolah anak-anaknya. Sama sekali Barra Tobarani
tidak curiga dengan niat jahat Lamakking. Karena sesungguhnya ia hanya
berbohong kalau Sarifah sudah meninggal dunia.
Lamakking
memang diam-diam menyusun rencana busuk untuk mendapatkan kembali Sarifah.
Melalui orang-orang kepercayaannya, Lamakking menculik Sarifah dengan
diam-diam. Sarifah sebenarnya diambil baik-baik. Kala itu Sarifah berada
seorang diri di barak TKI, saat itu Sarifah tidak bekerja karena kurang sehat.
Saat itulah orang kepercayaan Lamakking datang memberitahukan kabar pada
Sarifah bahwa Barra Tobarani meninggal di kampung. Orang tersebut bermaksud
menjemput Sarifah untuk segera pulang ke Indonesia. Sarifah akan dijemput oleh
Lamakking di Nunukan lalu bersama-sama pulang ke Bulukumba. Sarifah saat itu
sangat sedih dan kaget, ia langsung pulang tanpa sempat memberitahu
rekan-rekannya sesama TKI/TKW.
Setiba
di Nunukan, Sarifah bertemu dengan Lamakking. Sarifah lalu meminta Lamakking
untuk segera mengantarnya pulang ke Bulukumba. Lamakking yang memang sangat
mencintai Sarifah mulai menancapkan kuku-kuku rayuannya. Lamakking membujuknya
agar tidak perlu pulang ke Bulukumba karena Barra Tobarani sudah dua minggu
dikuburkan. Lamakking pun berjanji akan membiayai sekolah anak-anaknya di
kampung. Di saat itu pula Lamakking mengungkapkan perasaannya bahwa ia sangat
mencintai Sarifah dan akan menikahinya. Meski Sarifah terus menolak, Lamakking
tidak pernah kehabisan akal. Akhirnya Sarifah takluk dengan segala rayuan dan
janji Lamakking. Sarifah berpikir untuk apa menolak lamaran dan cinta
Lamakking, apalagi ia hanyalah seorang janda. Bahkan jauh dalam relung hatinya,
Sarifah sangat bangga mendapatkan cinta Lamakking. Lamakking memang sangat
mencintai Sarifah hingga ia rela menjadi bujang lapuk. Dan yang paling membuat
Sarifah tak mampu menampik cinta Lamakking karena Lamakking memang sudah
menjadi idola gadis-gadis dan perempuan sesamanya TKW. Lamakking adalah pemuda,
walau cukup berumur, tapi tetap nampak ganteng serupa Rano Karno. Lamakking pun
sudah menjadi kaya.
Lamakking
pun menikahi Sarifah, lalu membawa Sarifah tinggal di Bontang. Lamakking
membangunkan rumah mewah untuk isterinya. Sarifah hidup bahagia bersama dengan
Lamakking. Di mata Sarifah, Lamakking benar-benar pria bertanggung jawab.
Karena sudah silau dengan harta dan benda pula, Sarifah kadang menyesal mengapa
bukan sejak dulu ia menikah dengan Lamakking. Tapi Sarifah juga tidak mau
menyesali karena menikah dengan sosok lelaki macam Barra Tobarani. Meski
dibenaknya suaminya sudah meninggal dunia, ia tetap mencintai suaminya.
Sejak menikahi
Sarifah dan tinggal di Bontang, Lamakking hanya sebulan sekali pulang ke
Indonesia atau pergi ke Malaysia. Untuk bisnis penyalur TKI illegal, Lamakking
menggunakan orang-orang dekatnya.
Ketika
pulang ke Bulukumba, Lamakking yang sudah tidak menjadi mandor lagi di
perkebunan mulai berbalik arah mendukung perjuangan petani dibawah LSM Tobarani
yang dipimpin oleh Barra Tobarani. Bahkan Lamakking memberikan bantuan
finansial kepada LSM Tobarani yang dipimpin oleh Barra Tobarani. Lamakking yang
dulu menjadi musuh para petani berubah menjadi pahlawan. Barra Tobarani pun
mulai kagum dengan Lamakking.
Atas
dukungan moral dan finansial dari Lamakking, Barra Tobarani dan kawan-kawan
semakin berani melawan pihak perkebunan. Bahkan Barra Tobarani membuat target
untuk merebut kembali tanah mereka yang sudah terlanjur direbut oleh pihak
perkebunan. Pada suatu hari, Barra Tobarani dan kawan-kawan menjalankan aksinya
untuk mengambil tanah mereka yang sudah dicaplok oleh pihak perkebunan. Pihak
perkebunan dengan dibantu oleh aparat keamanan mencoba menghalau para petani.
Barra Tobarani dan kawan-kawan melakukan perlawanan. Dalam peristiwa itu,
akhirnya Barra Tobarani dan temannya Sallasa Tomacca meninggal dunia karena
terkena peluru tajam oleh aparat keamanan. Meski sangat bersedih atas kejadian
itu, diam-diam Lamakking tersenyum karena Barra Tobarani yang sudah lama ia
isukan meninggal dunia, bahkan ia sudah rebut isterinya akhirnya benar-benar
meninggal dunia. Namun Lamakking tetap melanjutkan aktingnya, ia terus
memprakarsai dan menuntut bahwa kasus meninggalnya Barra Tobarani dan Sallasa
Tomacca adalah pelanggaran HAM berat.
Waktu
terus berjalan. Sementara itu, Haji Hamide, yang dulunya juga adalah penyalur
TKI ilegal yang akhirnya memilih profesi lain karena tidak bisa bersaing dengan
Lamakking. Haji Hamide mencoba berdagang antar pulau bahkan antar negara. Ia
bolak-balik antara Bulukumba – Pare-Pare – Nunukan – Sabah. Anak-anak Haji
Hamide yang sudah menikah tinggal di tempat yang berbeda-beda. Bahkan seorang
putrinya yang bersuamikan dengan pemuda dari pulau Jawa tinggal di Bontang.
Dari anak dan menantunya, Haji Hamide mendengar kabar bahwa Lamakking sudah
menikah dengan seorang perempuan cantik.
Pada
suatu ketika Haji Hamide mengunjungi anaknya di Bontang. Dan betapa terkejutnya
Haji Hamide karena ternyata isteri Lamakking adalah Sarifah. Isteri dari
almarhum Barra Tobarani. Namun ada yang janggal dibenak Haji Hamide, karena
Barra Tobarani meninggal dunia baru setahun silam, padahal menurut pengakuan
Sarifah ia menikah dengan Lamakking sejak lima tahun silam setelah suaminya
meninggal dunia.
Pada
saat perjumpaan Haji Hamide dan Sarifah, Lamakking sedang berada di Malaysia
mengurusi bisnis penyaluran TKI ilegal. Sarifah pun tidak bisa menahan
kesedihan dan kekagetannya atas segala peristiwa yang menimpanya. Dan yang
paling menusuk-nusuk ulu hatinya karena ternyata ia dinikahi oleh Lamakking
ketika suaminya masih segar bugar di Bulukumba. Sarifah pun menghembuskan nafas
terakhir karena tak sanggup menahan derita dan kesedihannya. Lamakking hadir di
saat pemakaman isterinya. Ia pun teramat sedih. Pada pertemuan itu, Haji Hamide
mencoba menghindar dari Lamakking. Lamakking mengira Haji Hamide masih tidak
suka pada dirinya yang dulu saingannya dalam bisnis penyaluran TKI. Lamakking
tidak sadar bahwa sesungguhnya Haji Hamide tidak suka pada dirinya karena
ulahnya yang telah menikahi isteri orang. Tapi Haji Hamide tidak mau berurusan
panjang, apalagi Barra Tobarani dan Sarifah sudah meninggal dunia. Haji Hamide
tidak bermaksud membuka rahasia jahat Lamakking. Hanya saja Haji Hamide ingin
mengultimatum Lamakking agar bertanggung jawab dengan nasib anak-anak almarhum
Barra Tobarani dan almarhumah Sarifah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar