Minggu, 30 Januari 2011

POHON-POHON RINDU (3)

1. SISWA BARU (3)

…………………………………………………………..
“Melompat lagi! Siswa baru harus semangat!” Aku menghardik.
“Jangan terlalu galak Beddu!” Hutbah berkata padaku, tapi matanya tertancap pada siswi baru itu.
“Sabar Dik ya, memang senior yang satu ini paling galak.”
Mata Hutbah berkedip-kedip menatap siswi baru itu. Ia kelihatan sok pahlawan. Dan tentu saja Hutbah lagi naksir pada siswi baru itu. Siswa baru itu pun tersenyum teramat manis pada Hutbah. Aku menggerutu membatin. Aku jengkel sama Hutbah. Tega-teganya ia berkata pada siswi baru yang sangat cantik itu bahwa aku adalah senior paling galak. Padahal sebenarnya dialah senior yang paling galak, tapi pengecualian memang bila ia menghadapi siswi baru yang cantik pasti sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat. Mungkin itulah salah satu ciri cowok playboy.
Yang membuat aku paling jengkel sama Hutbah karena ia menganggu waktuku untuk menaklukkan siswi baru itu. Tapi aku sadar, soal mendekati dan menggaet perempuan aku kalah kelas dibanding Hutbah. Tadi sebenarnya aku pura-pura menghardiknya agar ia memelas dan tersenyum padaku. Di saat ia tersenyum, aku berusaha mendekatinya dan pura-pura peduli padanya. Tapi apa yang aku skenariokan belum terjadi, Hutbah datang mengacak-acak bahkan mencabik-cabik perasaanku. Dan anehnya, sepertinya memang siswi baru itu lebih menghendaki kedatangan Hutbah daripada aku. Bukan hanya soal mendekati perempuan aku kalah dari Hutbah, pun soal tampan.
Dan akhirnya kegalauanku terbukti, Hutbah berbisik padaku bahwa ia sangat menaruh hati terhadap perempuan itu.
“Beddu, ada job baru lagi.” Hutbah berlagak kayak Bos. Kala itu aku diam saja. “Jangan khawatir Beddu, kali ini honornya lebih besar.” Sekali lagi Hutbah menyemangatiku seolah ia yakin aku sangat butuh dengan proyek mata keranjangnya. Kala itu memang lain dari biasanya. Aku tak begitu bersemangat. Tidak bersemangat mengurus Hutbah karena sesungguhnya aku juga punya perasaan suka pada siswa baru yang imut-imut itu. Dan catat! Aku yang lebih duluan naksir daripada Hutbah. Jadi kalau mau adil kepada sesama teman, mestinya Hutbah memberi jalan duluan padaku. Tapi memang itu urusan perasaan, dan selalu orang mendahulukan perasaannya. Perasaan memang selalu egois. Perasaan terkadang tak berperasaan.
“Beddu, bukan hanya wajahnya yang cantik, tapi juga namanya.”
Aku masih diam. Kubiarkan Hutbah berbicara sendiri. Menikmati keegoisannya sendiri. “Namanya Andi Masniar, tapi cukup dipanggil Nia saja.” Kala itu aku meratap membatin, aku benar-benar kalah langkah dari Hutbah. Aku benar-benar bodoh menghadapi perempuan. Aku cuma menang teori saja. Mengapa aku tidak berusaha mengenal namanya pertama kali dulu, lalu aku bilang ke Hutbah bahwa aku sudah lama kenal dan naksir padanya biar si lelaki Kantimarang Hutbah tidak mengganggu odo-odoku. Itulah nasib yang harus ditanggung oleh cowok yang tak punya semangat 45 mendekati cewek. Itulah diriku.

BERSAMBUNG…
POHON-POHON RINDU adalah sebuah novel bertema lingkungan, budaya, dan cinta. Penerbit Diva Press Jogjakarta, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar