Sabtu, 29 Januari 2011

POHON-POHON RINDU (2)

1. SISWA BARU (2)

Lain lagi dengan seorang temanku yang bernama Hutbah, mungkin temanku itu lahir pada hari Jumat ketika pak Imam lagi baca khutbah. Hutbah yang memang paling cakep diantara kami, yang selalu menggoda adik-adik kelas yang cantik punya sticker di tasnya “Love Is Blind”. Kalimat yang lumayan menggoda itu Hutbah dapat dariku. Mana Hutbah paham Bahasa Inggris kecuali Yes-No saja. Soal cinta, Hutbah memang buta, setiap kelas biasanya ada siswi yang ditaksirnya, dan hampir seratus persen perasaan cintanya terterima. Mana ada siswi yang sanggup menolak cinta Hutbah yang kala itu mirip Rano Karno. Kalau Hutbah tersenyum dan alis mata kirinya berkedip-kedip naik turun pastilah cewek yang duluan titip salam padanya. Cakep memang.
Dari Hutbah lah, isi hatiku benar-benar terekspos. Ceritanya begini, ternyata bukan hanya cintanya Hutbah yang buta, tetapi ungkapan perasaannya dalam tulisan juga buta. Bayangkan dari tujuh siswi yang dipacari Hutbah, aku semua yang konsep dan tuliskan surat cintanya, jadilah aku yang paling mengenal soal perasaan pacar Hutbah daripada Hutbah sendiri. Hutbah tinggal terima beres, tapi aku tak menyesal karena Hutbah yang memang anak pedagang coklat sukses punya banyak cara untuk membuat aku benar-benar puas sebagai sekertaris pribadi. Saban hari saban istirahat mata pelajaran, Hutbah pasti konsultasi soal cinta padaku di kantin sambil makan pisang goreng atau ubi goreng plus sarabba. Dayat, Anton, pun Umar dapat berkah dari ‘proyek’ cinta Hutbah, karena apapun makanan dan minumannya kami pasti kompak. Begitulah persahabatan yang baik.
Hutbah benar-benar puas dengan cara kerjaku, meski terkadang aku juga melebih-lebihkan. Aku terkadang menggunakan bahasa yang benar-benar hiperbolik dan bombastis yang membuat perasaan Hutbah atau perasaan pacarnya benar-benar dimabuk cinta. Ya, cinta yang mengawang-awang. Tentu saja aku yang bertindak sebagai sutradara semakin mendapat keuntungan berlipat ganda, karena mau makan apa saja bisa. Nampaknya Hutbah punya dana taktis untuk aku. Dana taktis untuk cerita cintanya yang semu.
Nampaknya Hutbah benar-benar percaya padaku. Ataukah memang visi dan misi cintanya juga buta. Terkadang ia tidak membaca surat cinta itu dari pacar-pacarnya, cukuplah aku yang bacakan saja, atau lebih tepatnya diceritakan saja karena aku biasanya membumbu-bumbui biar semakin lezat di telinga Hutbah. Aku semakin mempunyai banyak ruang untuk berimprofisasi. Pun bila aku lagi malas cukuplah aku bercerita semanis mungkin pada Hutbah. Yang membuat aku tak mengerti dengan kebutaan cinta Hutbah, karena mana mungkin Hutbah yang pacaran tetapi aku yang menyimpan semua surat cintanya. Cinta memang buta dan membutakan. Mungkin satu-satunya ‘buta’ yang tidak dibenci adalah cinta, cinta buta. Cinta yang ujung-ujungnya hanya mencipta luka dan derita.
Di mata Hutbah, aku bukan hanya sekedar sekertaris pribadi yang punya modal jadi penulis, tapi juga sebagai juru bicara yang handal. Bahkan terkadang Hutbah menganggapku juru selamat. Pernah suatu ketika seorang pacar Hutbah cemburu dan marah-marah lalu minta putus karena merasa cintanya diduakan oleh Hutbah, aku jelaskan padanya bahwa Hutbah tak menduakan cintanya, Hutbah adalah tipe cowok setia. Lalu aku bilang kalau banyak cewek yang naksir sama Hutbah itu wajar karena Hutbah memang cakep. Penjelasanku ampuh. Pacar Hutbah percaya saja. Kenyataannya aku memang tak berbohong karena memang Hutbah tak menduakan cintanya, tapi mentujuhkan malah. Pun Hutbah cowok setia. Setia pada pacar yang banyak. Hutbah memang sedang menikmati ketampanannya sebelum tua.


Bersambung…
POHON-POHON RINDU adalah sebuah novel bertema lingkungan, budaya, dan cinta. Penerbit Diva Press Jogjakarta, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar