1. SISWA BARU (1)
Tahun ajaran baru kala itu aku sudah kelas dua. Aku aktif sebagai pengurus OSIS(Organisasi Intra Sekolah). Sudah jadi tradisi, sebagai senior dari siswa baru biasanya kami merasa lebih ‘hebat’ dari junior. Kebiasaan yang konyol sesungguhnya, namun bila perasaan hebat itu lebih bermakna positif seperti lebih pintar, lebih dewasa, lebih patuh dan taat pada peraturan, maka sesungguhnya perasaan hebat itu sangat perlu dilestarikan. Sayangnya, perasaan hebat itu umumnya lebih condong ke hal-hal yang tak begitu positif, seperti sok lebih berkuasa, atau sok lebih jago, jago merokok, jago-jagoan. Begitulah kebiasaan yang salah.
Masih dalam suasana orientasi penerimaan siswa baru di SMU Negeri Bikeru Sinjai Selatan. Semua siswa baru wajib mengikuti acara itu. Karena memang benar-benar pengenalan sekolah terhadap siswa dari jenjang SMP ke SMU, dari usia pra remaja ke usia remaja. OSIS sebagai pelaksana sebenarnya hanyalah pendamping saja karena yang membawakan materi adalah para guru, tetapi tetap ada sebagian acara yang dipandu langsung oleh pengurus-pengurus OSIS. Dan biasanya acara seperti itu dimanfaatkan oleh sebagaian pengurus OSIS yang laki-laki untuk mendekati siswi baru yang berparas cantik. Biasanya begitu.
Seperti acara pada pagi itu di salah satu ruang kelas. Semua kakak kelas laki-laki tertuju pada seorang siswi baru yang berparas ayu. Aku pun berpura-pura membentaknya. Tapi sungguh aku tak bermaksud memarahinya, aku hanya ingin mencari perhatiannya saja.
“Melompat! Jangan cengeng!” Aku menghardik sok menyelidik, tapi aku terus menatap wajahnya yang ayu.
Entah. Aneh bin ajaib. Baru kali itu aku merasakan getar-getar keanehan menatap siswi baru itu. Padahal sekian lama aku tak pernah tertarik dengan perempuan apalagi untuk berpacaran dulu. Pun berkenalan dengan perempuan rasanya aku malu kecuali dengan teman sekelas, atau biasanya perempuanlah yang pertama berkenalan denganku. Bahkan aku membuat sticker di ranselku berbunyi: NO TIME FOR LOVE.
Memang kala itu lagi ngetrend para siswa memakai ransel. Mungkin sebagai penggambaran siswa yang punya ransel, masing-masing di ransel kami tertera sticker yang unik bahkan sedikit nyeleneh sesuai dengan karakter kami. Anton yang anak Kepala Kampung yang orangnya memang agak cuek di tasnya tertulis “No Problem”. Itulah Anton, terkadang meminjam buku dan pulpen sana sini dan lupa mengembalikannya, dan ketika ditagih, ia hanya cengar-cengir mengembalikannya kalau kebetulan barangnya masih ada lalu berujar ‘No Problem’ tanpa dosa dan berlalu begitu saja. Tapi begitulah Anton kalau ia juga punya barang lalu ada orang yang mau meminjamnya, ia tak pernah mengecewakan orang tersebut, ia pun malas menagih orang yang meminjam barangnya. Kami terkadang mencap Anton sebagai Mr. Sembrono.
Lain lagi dengan Dayat yang bapaknya Imam kampong. Ia merasa aman dan bangga dengan sticker “100% Muslim”. Begitulah Dayat yang merasa alim meski ketika berada di mesjid terkadang bikin ulah. Pernah suatu ketika sholat jamaah di mesjid, Dayat memegang kaki orang yang sedang sujud yang tepat berada di shaf depannya, kebetulan yang didepannya berjiwa seperti Dayat, lalu orang itu menghentakkan kakinya ke belakang, Dayat terjungkal ke belakang dan untungnya ia di shaf paling belakang, untung pula mesjid tidak penuh jadi ia hanya menabrak shaf kosong. Meski begitu Dayat tetap orang yang paling alim diantara kami, ia hafal benar jadwal sholat, dan selalu mengingatkan kami bila waktu sholat tiba. Bacaan Qur’an-nya juga paling fasih di antara kami, bahkan ia hafal Juz Amma’. Ketika kami berkumpul saat magrib dan isya, ia yang bertugas jadi Imam, kalau waktu dhuhur dan ashar biasanya Anton dan Hutbah yang paling siap jadi Imam.
Umar lain lagi. Meski terkenal perokok berat tapi biasanya ia hanya sembunyi-sembunyi di kantin sekolah, stickernya pun berbunyi “No Smoking”. Mungkin maksud Umar, biar guru BP Pak Chaeruddin yang galak 100% tidak mencurigainya. Tentang Pak Chaeruddin yang galak 100% sebenarnya hanyalah penamaan Umar saja karena di mata kami, Pak Chaeruddin adalah guru BP yang sangat baik, ya baik pada siswa yang taat, rajin, dan disiplin. Bagi siswa yang perokok berat semacam Umar pastilah Pak Chaeruddin dianggap galak. Karena guru BP yang memang punya ilmu Psikologi mumpuni, meski sok kampanye anti rokok, Umar tetap terendus jejaknya sebagai perokok berat oleh Pak Chaeruddin.
Pernah suatu ketika Umar tertangkap basah merokok oleh Pak Chaeruddin, lalu Umar dibawa ke ruangan guru, Umar muntah-muntah karena dipaksa makan tembakau oleh Pak Chaeruddin sebagai hukuman. Tapi dasar Umar yang memang bandel yang anak pensiunan polisi, ia tak kapok-kapok juga meski telah dihukum. Bahkan ia mengganti stickernya dari “No Smoking” menjadi “Crystal Man”. Saat itu memang rokok Crystal yang lagi trend. Tapi kalau Pak Chaeruddin bertanya, Umar punya alibi, katanya “Crystal Man” itu mengacu ke motor Crystal, saat itu memang yang paling top adalah motor Crystal, tidak seperti motornya Pak Chaeruddin yang kalau dikendarai cuma klaksonnya saja yang tidak bunyi karena memang sudah rusak. Bahkan pernah suatu ketika Pak Chaeruddin naik motor lewat depan kelas kami, tiba-tiba Umar berlari mengambil karung sambil berlagak mengikuti Pak Chaeruddin, ketika kami menanyakan apa maksudnya, Umar menjawab bahwa ia akan menadah baut dan mor motor Pak Chaeruddin yang mungkin akan berjatuhan. Sayangnya waktu itu Umar kecele, karena kami tidak tertawa dengan sikapnya, padahal ia bermaksud membuat kami tertawa. Aha! Mana mungkin kami tertawa kalau itu perbuatan tak terpuji, apalagi menghina orang tua dan guru, jangankan menghina mereka, menghina sesama teman saja kami tak suka. Aku sebenarnya sangat kasihan dengan Umar, padahal ia anak pensiunan polisi, mestinya harus hormat pada orang tua dan guru. Aku yang cuma anak pensiunan hansip saja sangat hormat dan patuh pada orang tua dan guru. Karena aku yakin, kesuksesan seorang anak atau siswa juga berkat doa orang tua dan gurunya. Begitulah nasehat kedua orang tuaku saban berangkat ke sekolah. Mungkin karena orang tuaku merasa tak sanggup memberiku uang saku setiap pagi, maka nasehatlah penggantinya.
Bersambung…
POHON-POHON RINDU adalah sebuah novel bertema lingkungan, budaya, dan cinta. Penerbit Diva Press Jogjakarta, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar